-A Real Revenge-

22.18 21/05/10
Aku menunggu,
Kapan damai melawat?
Aku berdiri,
Kenapa hanya dendam menyelimuti?
Aku sendiri,
Kemana otak jernih?
Aku adalah sepi,
Aku tak sudi berharap.

Aku biarkan Ia mendekat,
Di tengah lautan harapan manusia,
Aku raih sekerat asa itu, anyir menggairahkan,
Membelai merah darah pipi,
Mengecup mesra hangat bibir,
Memelukku seutuhnya,
Ku nikmati detak jantungnya, saat Ia menatapku,
Menggendongku riang,
Menulis janji sakral di atas pelangi abadi.

Hujan cemburu,
Pelangi itu menghilang,
Tak ada lagi keabadian.

Ia melangkah perlahan,
Menjauh, lalu menggoda manusia itu,
Meninggalkan senyum pisau sabit di wajahnya merona,
Bahkan maaf tidak akan pernah cukup.

Bayangannya merangkulku erat,
Mendekap membius,
Menusuk jantung seketika.

Bukan untuk kesekian kali.
Ini yang pertama.
Aku tergeletak kaku,
Terhempas pengkhianatan,
Terkubur indah sekelebat pesona nafsu.

Sadar,
Bahwa dunia tak layak diberi harapan,
Sadar,
Sejatinya aku adalah Sang Kematian.

Dengan cara yang sama pula,
Aku menginginkan jiwamu.

Maka darahmu, gincu bibirku.
Tepung tulangmu, percantik putih wajah ini.
Keratan dagingmu, menemaniku tidur pulas.

Sampai pagi mencumbuku,
Menjemputku berkencan dengannya.
Sampai malam mengajakku bercinta kembali.
Di antara nyaman dagingmu berlapis kafan.
Bantal ternyaman yang pernah kupakai.

Tinggalkan komentar